Selasa, 02 Maret 2010

CERMIN (Cerita pendek Mini)

             
            DI HARI JADI CERIA
                                                  Oleh : Pak Dhetik

Dua lima Februari, dua lima februari .....
Telah lewat dua puluh enam kali
Sebanyak itu, berulang diperingati
Meski tanpa tiup lilin berkali-kali
Sekedar ucapan  "Met ultah" pun jadi
Terkesan, menyejukkan hati!
         Memasuki bulan Februari 2010. Papa ngggak bakalan lupa, ada hari yang ditandai di sini, Ceria akan datang tepat di hari jadi, Kamis, 25 Februar. Lewat Facebook Papa telah menulis ucapan di dinding Facebook Ceria, "Met ultah Ceria,semoga cepat besar, eh ..... jadi orang besar! Kita rayakan dengan bakar-bakar gurami, ya"
          Tahun ini memang sedikit berbeda. Ceria tak serumah lagi dengan Papa, Mama, dan Minora di desa.
Sebenarnya tahun lalu Ceria juga sudah tinggal di kota, tapi masih sendirian, kos di dekat tempat Ceria bekerja. Sejak Ceria Menikah dengan Mas Aan tahun lalu, tidak lagi pulang setiap Sabtu, berebut cenel TV dengan Minora. Ceria senang acara Termehek-mehek, Minora "Naruto" Lalu Minggu paginya "baikan", sama-sama menyaksikan tayangan "Detektif Conan"
           Di bulan Februari 2010 ini dirasakan oleh Papa banyak perubahan. Tentan Minora yang sedang menikmati liburan semester di tahun pertama ia kuliah ini misalnya. Ia kini telah berani pergi sendiri mewujutkan keinginannya, berkaitan dengan sesuatu yang berbau Jepang.  Dan juga keberaniannya "melancong" ke rumah teman kuliahnya di Lamongan. Itu adalah suatu kemajuan. Terhadap Ceria demikian pula. ia sekarang tambah perhatian. Baru saja Minora hendak diajak nonton bioskup "Avatar" Yang ini tidak jadi karena Minora keburu ingin tahu, akhirnya nonton bersama Mama. Seminggu kemudian mengajak untuk "santai"  bersama ke kota Surabaya.
" Ma, Minora apa masih libur?" tanya Ceria lewat HP.
"Ya, masih sekarang pergi ke Lamongan, ke temannya," balas Mama.
"Kapan pulangnya?"  Ceria lagi
"Kamis ia pulang" jawab Mama
"Kalau begitu Sabtu kita ke Surabaya, ya, refresing, Ma," ajak Ceria
"Oyi, .... Mama siap," kata Mama.
         Ke Surabaya, akhirnya berangkat juga. Mama memang belum pernah ke jembtan Suramadu, apa lagi Minora, tentu kagum juga, di atas jembatan yang membentang di atas selat Madura itu, tak percaya ini di Indonesia, Jawa Timur-Madura, Bukan Sanfransisco.
"Uch...uch hebat, uich ...bagusnyo," Minora terheran-heran.
Itu hanya sebagian hari-hari masa liburan Minora, libur semester. sekarang sudah lewat, dan akan menjadi masa lalu.
          Sudah lebih satu jam Minora dan Papa menunggu di situ. Di kolam renang sederhana itu. Tadi  berangkat jam dua siang. Biasanya jika pesan gurami bakar di situ agak lama siapnya, sebab masih harus jaring ikan di kolam, membersihkan dan mengolahnya. Minora menunggu sambil membantu Papa mengetik undangan di L T Papa, sambil dengarkan lagu-lagu ala Jepang lewat Windos Media Player yang di miniset.
         Papa sempat "ngebel" mama menanyakan apakah Ceria sudah sampai. Ternyata masih berada di Sukun Malang. Mama sempat meminta agar ikan-ikan bakar pesanan papa dibawa pulang, di bungkus saja. "Nggak ditunggu saja," jawab Papa. Bagi Papa menenunggu itu bukan suatu yang membosantan. Tetapi sesuatu yang membahagiakan, namun terkadang mendebarkan. Dan Papa berkali-kali menasihati Minora bahwa setiap detik harus selalu kita nikmati. Setiap detak jantung harus kita syukuri. Jangan biarkan setiap detik dan setiap detak berlalu dengan sia-sia. Waktu selalu tergelincir tak terkecuali saat sekarang ini akan segera tergelincir dan menjadi masa lalu.jua.Walaupun begitu Minora tak sabar pula, ia agak gelaisah dan rewel, Ingin mengajak memancing segala.
         Akhirnya waktu yang ditunggu pun tiba. Ceria datang. Dibelakangnya adalah Mama.  Dan yang paling belakang adalah Mas Aan. Menuruni jalan menurun terjal bertangga itu. Kolam pemancingan itu memang berada di bawah sana. Berada di antara rumpun bambu. Lokasinya pas-pasan saja tidak begitu luas. Seperti
isi kantong yang juga pas-pasan. Namun kalau hanya untuk traktir ultah sungguh lebih dari cukup.
         Tentang Mas Aan, Papa masih ingat betul. Kala itu suatu sore di tahun dua ribu empat. Ceria datang
bersama temannya. Naik sedan Mitsubisi yang berbadan lebar itu.
         "Ini teman Ceria, Pa," kata Ceria mengenalkan.
         "O, ya saya papanya Ceria," jawab Papa
          Papa hanya sebentar menemui Mas Aan. karena keburu ngimami sholat Maghrib di Musholla Al Anam dekat rumah. Lalu mas Aan pun juga turut ma'mum di sana. Selesai Maghrib mas Aan pun pulang
         "Selamat ultah ya... "kata Papa sambil menjabat tangan Ceria
         "Makasih, Pa" jawab Ceria. Jabat tangan dan ucapan  itu pun diikuti Minora dan Mama.
          Dua enam Februari, dua ribu sepuluh ini  
          Genap dua puluh enam warsa lebih sehari,
          Setahun sudah berlalu dalam mahligai
          Ada sesuatu kerinduan mengganjal di hati
          Usapan tangan kecil mungil
           Dan gelayut momongan
           Dalam gendongan
           Pundak Ceria