Rabu, 21 Desember 2011

C E R M I N

                                                        KAU DAN  AKU
Malam ini, sampai larut. Dan aku masih juga berkutat  dengan  lap top Acer ini. Tadi sore aku instalkan lagi. Ternyata begitu banyak hasil ketukan jari  mungilmu di lap top tua ini. Aku terharu.
Ternyata begitu cepat masa berlalu.  Tak terasa kelopak mata ini menjadi hangat. Tak sampai tumpah memang ,ini adalah air mata. Ya air mata  seperti air matamu yang menghangatkan kelopak.
Saat kutanya  “Kenapa kakimu berdarah-darah?”  Kala itu di suatu sore di halaman depan dipojok utara rumah kita. Dekat  semak pohon rukem kecil. Dan kau tidak menangis. Saat itu kakimu tergores seng bekas penutup meteran air pam. Dan betapa sebenarnya papa mengawatirkanmu saat itu.
Ternyata  hati papa ini takbisa pungkiri apa yang telah terjadi. Sampai kapan kita bisa nikmati  berempat kebersamaan ini?  Rabu, 21 Desember  pukul  00.

Berjuta Cerita Bersamamu
Aku telah mengenalmu sejak kecil. Sejak aku masih bayi. Menemani ibu untuk menjagaku ketika aku terjaga di tengah malam. Engkau rela tdk tidur semalaman. Aku tahu engkau pasti lelah dengan jeritan dan tangisku. Tetapi, engkau tetap menjagaku. Aku terus tumbuh, dan aku mengerti siapa engkau. Aku memanggilmu Papa, ayahku seorang
Waktu begitu cepat berlalu, hingga kini telah 20 tahun berlalu dan begitu banyak cerita yang aku lalui bersamamu. Semua terasa begitu cepat. Kini engkau telah berumur 60 tahun. Secara fisik engkau sangat berbeda ketika aku masih SMP. Rambutmu pun tak lagi hitam. Rasanya ingin aku memelukmu ayah. Ketahuilah aku sangat sayang padamu
Kini aku bias menulis dan membaca, itupun karena engkau yang mengajariku. Hanya engkau yang telaten. Jika kuingat, ibu saja tidak kuasa untuk mengajariku membaca. Aku malah menangis ketika aku belajar.  Hal ini dikarena aku merasa ibu marah ketika aku salah membaca. Akupun menangis. Dan akhirnya ayahlah yang menghentikan tangisku, dan menemaniku belajar . Padahal saat sore, engkau sedang sibuk dengan mobilmu, dan tanaman-tanaman kesayanganmu.ULAT BULU. Kata – kata itu yang aku ingat hingga saat ini. Engkau yang mengajari aku mengejanya.
Ya, di saat sore engkau selalu sedang sibuk dengan mobilmu, dan tanaman-tanaman kesayanganmu. Menyiram tanaman yang engkau tanam di halaman rumah. Ada bunga matahari, belimbing, bunga sedap malam,hingga kaktus. Dengan selang air,engkau menyiraminya dan aku berlarian kesana kemari mengikuti air yang engkau pancarkan dengan selang dari kejauhan. Tentu saja aku basah kuyup oleh air, akhirnya engkau memandikan aku di tempat itu.
Tentu saja, terasa menyejukkan ketika tanaman disiram. Tak hanya tanaman yang engkau rawat, bahkan ikanpun engkau rawat dalam kolam di halaman rumah. Kolam ikan, tak seberapa besar. Di belakang rumah ada halaman yang cukup besar. Engkau tanami rumput agar tidak terlalu sakit ketika seseorang terjatuh di atasnya. Kami sering menghabiskan sore di tempat ini. Bermain bulu tangkis.
Tidak hanya keluarga kami yang menikmatinya, teman – teman sepermainanku sangat suka dengan tempat ini. Tempat ini luas sehingga kami bebas berlarian kesan – kemari. Kami sering bermain petak umpet, atau sekedar berlari-lari tak jelas arah. Oleh karena itu, Ayah membuatkan 2 buah permainan,yaitu  jungkat – jungkit dan ayunan. Ayunan engkau buat dari sepotong kayu dengan 2 buah tali yang dikaitkan pada 2 buah kayu panjang. Engkau letakkan tanaman bunga anggrek pada kayu panjang tersebut. Tidak hanya ayah, Ibupun begitu menyukai anggrek.
Ku lihat foto di ruang keluarga. Foto masa lalu ayah, ibu , dan aku ketika aku masih TK. Dengan latar mobil biru. Wajah ayah ibu dan aku tersenyum bahagia. Dengan rok warna merah muda yang aku kenakan sambil menggandeng tangan ibu, terlihat sangat lucu. Aku merindukannya