KAU DAN AKU II
Semula ku anggap enteng sakitmu itu. Kala kudengar teriakanmu saat kau jatuh itu pun aku kurang respon tentang itu. Ku lihat kau meringis kesakitan hingga merintih. Kau menangis. Saat itu, hatiku sempat dongkol. Kuanggap kau itu gegabah. Kau itu kurang hati-hati. Kau itu sembrono. Begitu saja bisa jatuh. Cuma ambil tas di atas lemari saja pakai naik ke atas tempat duduk kayu meja rias itu. Hingga kau jatuh. Semula rintihanmu tak kuhiraukan, Semalaman kau setengah tidur, setengah tidak. Lebih banyak merintih dari pada bermimpi.
Baru menjelang Subuh aku tergerak juga. Kulihat lututmu itu tidak bengkak. Hanya sedikit memar. Dan saat kutawarkan kerumah sakit, kau minta di sangkal putung saja. Saat kau usulkan ke Gejet, ku tawarkan ke Kepanjen saja. Dan hasilnya kau dipijat kau cerita sudah berkurang sakitnya. Dan kau masuk kerja dua hari kemudian. Sedikit agak kurang tegak jalanmu. kuanggap itu biasa. Lama-lama toh nanti sembuh sendiri, kupikir demikian. Saat kupelajari penyembuhan terkilir secara internasional di internet pun penanganan penyembuhan terhadapmu kuanggap sudah benar.
Dan kolega sekerjamu mengusulkan sekaligus mengantarmu ke Gejet. Kau bilang kesakitan dipijat di sana. Akau melarangmu kesana berobat lagi. Ke Gejet maksutku. Maksutku dengkul itu sudah tidak apa-apa sembuh hanya tinggal tunggu waktu saja. Hingga saat Bu Nur menceritakan pengobatan ke Wlingi, kaupun ingin ke sana. Bukan karena biaya. Aku tidak tega jika kakumu itu di punter-puntir lagi. Aku kawatir nanti malah salah urus. Aku yakin kesembuhan hanya menunggu waktu.
Beberapa kali ku belikan obat untut persendian. Ada yang digosokkan, ada yang ditelan. Kau katakan enteng bila demikian. Apalagi saat kau minum “obat Ibu” itu. Kau sepertinya sudah sembuh 100 %. Hingga kita penuhi nadhar kita. Beli soto Gandem, dan soto Lombok pula. Apa lagi saat kau minum obat Cikung itu. Kau kelihatan sangat perkasa. Kau lincah. Hingga bisa berjalan-jalan sampai ke Kepanjen. Aku merasa senang tidak lagi mendengar keluhan. Tapi itu tidak berlangsung lama. Hanya beberapa hari saja. Berikutnya adalah kebingungan luar biasa. Kau merasa penampilan menjadi tak wajar. Dengan tiba-tiba tubuh menjadi kekar, wajah menjadi bundar. Lagi-lagi hari-hari terisi dengan kebingungan dan keluhan. Hingga semua orang pun mengatakan atas perubahan drastis ini. Hingga ada kelompok tani yang batuk-batuk sambil nyelethuk, kau tambah gempal.
Hari-hari berlalu dengan keluhan hingga kau datangi dokter, yang memberikan resep hebat, betapa tidak, dalam sekejap, kau menjadi ramping, bak Ayu Ting Ting, orang yang agak lama tidak bertemu menyebutmu sebagai guru senam. Aku bangga atas hasil usahamu yang tidak sia-sia ini. Masalah lutut seolah terlupakan tak ada lagi keluhan.
Ini ternyata tidak terlalu lama dengan tiba tiba kau “sambat-sambat” lagi. Dan kau mengajak ke paranormal lagi. Saat kau mengajak ke Kalipare aku bawa kau ke desa Ngembul. Pertama ke sana kau katakana ada hasilnya, entah karena sugesti, atau penyejuk hati. Namun dua kali kesana sepert tak ada hasilnya sakitnya datang lagi tak mau kompromi. Hingga jadinya tak percaya lagi.
Pada saat tetangga ada yang operasi sendi karena jatuh, kau menjadi tergerak, kau mengajak ronsen.hasilnya hingga kini menjadi teka-teki. Kau semalaman menangis tentang penyakit ini. Aku sebenarnya seperti teriris, namun aku berharap apa yang kau takutkan tentang dengkul kopong itu tidak sungguh-sungguh terjadi. Semoga Gusti Alloh mengabulkan doaku bahwa sakitmu akan sembuh dan sakit itu hanya karena terkilir. Dan Insya Alloh kau akan sebuh kembali. Amiin ya Robbal Alamin.