Senin, 22 Februari 2010

CERMIN (Cerpen Mini)

                                            TEKAD CERIA 
                                      Oleh : Pak Dhetik
       
          Papa tersentak. Bukan karena suara halilintar. Memang kala itu sedang turun hujan. Tapi hanya rintik-rintik. di langit mendung sangat tebal. berwarna hitam bergumpal-gumpal dan bersap-sap. Meski masih setengah tiga namun, gelapnya bagai Maghrib menjelang. 
Ceria berkata lantang, "Aku mesti ke Jerman, Pa!"
Masalah itu sebenarnya telah Papa dengar dari Mama. Diam-diam Papa tak setuju tentang itu. Bukan masalah
biaya, Hanya Papa tak tega. Ceria kan wanita. Khawatir terjadi apa-apa di sana.
         Kini dari mulut ceria sendiri Papa dengar. Ceria minta izin, setengah memaksa. Dampaknya suara Papa bergetar. Menahan suatu himpitan di dada. "Ah, cari "upa" saja kenapa jauh-jauh," kata Papa.
"Bukan begitu, Pa Ceria ingin mencari pengalaman," jawab Ceria.
"Papa sangat keberatan, Ceria, Jawab Papa agak membentak.
"Apa pun jadinya Ceria harus berabgkat, Pa!" jawab Ceria.
'Jika tekatmu begitu, urus sendiri semua dokumen, papa gak campur tangan," kata papa agak keras.
         Papa kaget bukan kepalang dalam jangka lima belas kali dua puluh empat jam semua dokumen Ceria telah beres. Tinggal menunggu hari H pemberangkatan. Hari raya ketupat Ceria akan berangkat.
         Papa melangkahkan kaki serasa berat. Seperti ditindih beban seperempat kuintal. Kala itu di bandara 
Juanda. rasanya enggan pulang. Memang tadi mengantar Ceria. bersama Minora, Mama, dan Ibuk.
Ceria telah terbang. Janjinya setahun lagi bakal pulang. Pikiran Papa melayang seiring pesawat yang membawa Ceria terbang. Menuju  negeri yang masih misteri. Misteri dan penuh teka-teki. "Selamat jalan Ceria. Gute reise! Moge(n) .... selamat!"   
"Jejakkan kakimu di jerman Ceria, itu adalah bumi Allah juga. Belahan dari dunia ini pula. Yang diciptakan-Nya hanya dengan sekali berfirman "Kun fayakuun. Jadilah, maka terjadilah".
          Sekali pernah Papa menerima SMS dari Ceria. Papa agak gamang juga. Ceria mengeluh tidak kerasan di sana. makannya, tidak membuat kenyang perut orang Jawa. Yang biasa kroncongan sebelum dijajah nasi. Dinginnya bukan kepalang. delapan kali dinginya Kota Batu. Kadang minus enam derajat Celsius.
"Aku ingin pulang, Ma. Aku gak betah di sini. Jangan ada adik-adikku yang pergi ke sini. Biar aku sendiri yang mengalami ini. dan jangan kuliah di bahasa, yang menyebabkan seseorang terseret ke negara manca." keluhnyadalam SMS. Mama tak berbuat apa-apa. Hanya air mata meleleh di pipi. pertanda bersedih. Dan Papa ternyata lebih tegar, "Jalani saja dulu siapa tahu setelah adaptasi Ceria akan tahan di sana."
Hari-hari di tahun 2006-2007 waktu bagai berjalan lamban. Syukurlah khabar berita selanjutnya tentang Ceria semakin membanggakan. Suatu ketika bahkan pernah mampir ke Paris. sempat juga ia memanjat Eifel si pencakar langit itu. Juga pernah loncat ke belanda negeri kincir angin itu.
           Menjelang bulan Puasa tahun perikutnya adalah hari yang membahagiakan. Ceria telah datang dengan selamat. Kembali berkumpul bersama Minora, Mama, dan Papa. Terima kasih ya, Allah. telah Engkau selamatkan Ceria yang punya tekat sekeras baja.