Rabu, 24 Februari 2010

CERMIN (Cerita pendek Mini)

PEMANDIAN TASENAN
  Oleh : Pak Dhetik

        Dari kota Bondowoso menuju selatan. Arah ke Jember. Jalannya mulus dan lebar, tak bergelombang, apalagi berlobang. Bila bermobil dari kota Bondowoso, tidak sampai seperempat batang rokok yang terhisap, tentu sudah sampai di lokasi kolam.
        Kolam itu letaknya menyamping ke kiri dari jalan besar. Itu jika dari arah utara. Dari kota di mana Papa, Mama, Ceria, dan Minora bertempat tinggal. Berbelok ke timur dari jalan raya, ini jalannya agak sempit, tapi datar. Berbelok ke kanan, ke selatan mula-mula datar, lalu menurun tajam. Letaknya seperti di dalam cekungan, di bawah rerimbunan pohon-pohon kecil dan besar,  pohon berdahan maupun bersulur. 
        Air kolam ini dari sumber alami. Jernih lagi sangat deras, segar, setengah dingin, seperti air Aqua galonan tidak membuat "serik" jika tertelan. Sayang sekali pemandian ini sangat sepi, layaknya pertapaan saja. Tidah seperti di Selecta yang hampir-hampir airnya tidak kebagian tempat saking berjejalnya pengunjung  yang berenang. Tempat ganti pakaian kala itu seperti tak terurus. reng dan usuk bangunan banyak yang patah, genting atau seng banyak yang lepas. Bahkan ada beberapa kamar ganti yang tidak berpintu, dilepas karena sudah usang. Gambaran ini setidaknya sesuai yang dilihat papa. Kala papa masih bujangan. Yang terkadang datang ke sana bersama teman sewaktu masih kos di Mbak Ida di belakang Masjid Jamik di sebelah barat alun-alun kota.
         Sepuluh tahun kemudian, di saat Minora sudah TK, keadaan kolam tidak jauh berbeda. kamar ganti pakaian itu, menara tempat loncat perenang itu, dan tempat peluncuran tambah gawat, dan membahayakan, hanya terdapat sedikit perubahan pada tempat mandi, air pancuran. disana telah diberi atap dari seng. Tempat air memancur itu juga telah diganti dengan pipa air tiga inci.
Selain itu perubahan yang sangat kentara adalah pohon bendo di pojok barat utara itu tambah besar. Dulu hanya sebesar pinggang Papa. Telah menjadi besar, kira-kira dua kali rangkulan orang dewasa.
         Sore itu menjelang Ashar, berempat: Papa, Mama, Ceria, dan Minora ke sana.
Seperti biasa suasana di situ waktu itu. seperti tempat menyepi, bukan seperti area sekreasi. Sejak datang hingga pulang  tak ada lagi pengunjung yang datang. Papa, seperti biasa yang "ambyur" duluan di sebelah selatan, di tempat yang dalam. Lalu menyelam sampai agak lama, sepertinya membuat kejutan, tiba-tiba tembus di sebelah ujung utara yang dangkal tempat Mama, Ceria, dan Minora belajar berenang dengan agak ketakutan. seperti anak kelinci di ketinggian. Prilaku papa ini dikatakan sebagai "ngempe" oleh Mama.
"Ayo aku ajari berenang Ceria," kata Papa
"Takut Pa, di sini aja," jawab Ceria
"Aku ajali, Papa," sela Minora serasa menyaingi kakaknya.
"Baiklah Minora memang pembelani, ayo....ayo Papa ajalin, 
"Uch....uch....aep....aep ah.... dak bica, Pa"
           Hari-hari seperti itu, sering berulang. Jika ada waktu senggang keluarga Ceria ke Pemandian Tasenan.
Rekreasi murah, ceria, dan sehat. Sepuluh tahun telah lewat, Papa, Mama, Ceria, dan Minora tak lagi berkunjung ke Pemandian Tasenan, tak lagi mencicipi kacang rebus yang masih bertangkai kas Tasenan, atau lepet janur kuning yang bulat panjang, yang dijual seikat-seikat, sepuluhp-sepuluh isinya. Kala itu harganya lima ratus rupiah satu ikat.
           Keluarga Ceria telah pindah. Pindah sebelah barat Pemandian Metro. Dekat sekali, bahkan Papa setiap hari melewati tapi, baru sekali sejak sepuluh tahun belakangan ini. Itu pun Papa dan Mama tidak mandi di kolam itu. Mungkin sudah kenyang berenang  di Metro saat masih SMA dulu.
          Tasenan masa lalu, tentu telah berubah. Barangkali kini sudah bersaing dengan sengkaling. Semoga lepet janur kuning menandai kesukacitaan, kemajuan dan perubahanmu..  
          

Selasa, 23 Februari 2010

CERMIN (Cerita pendek Mini)

HALAMAN BELAKANG RUMAH KENANGAN 
  Oleh :  Pak Dhetik

         Di bagian tengah agak ke barat. Di situ dulu ada sumur tua. Sumur itu sudah ada sejak rumah itu di beli Papa. Dari seorang perempuan yang suaminya meninggal di perantauan. Di Pulau Kalimantan tempat pergi mengikuti program transmisgrasi sepontan. Sumur itu berada di bawah pohon kemuning. Di samping rerimbunan tanaman puring, yang daunnya hijau bintik-bintik kuning, bagai disebari beras kuning, yang biasa dipakai untuk segala keperluan religius. Air sumur itu sendiri sangat tidak bagus. Warnanya tidak jernih, bahkan berkesan menguning. Baunya agak kurang sedap. Tidak bisa diminum, bahkan untuk mandi pun meninggalkan aroma yang melengket di badan. 
          Saat Papa baru menempati rumah itu, yang pertama kali ditangani adalah halaman belakang rumah itu. Pohon kemuning itu ditebang, menyusul pohon lain yang agak besar, dan rumpun pisang kluthuk yang rimbun itu. juga ditebang. Rumpun-rumpun puring yang rimbun dan berkesan angker itu pun dicabut. diganti tanaman hias yang lain yang lebih populer.
           Untuk sumur itu tadinya Papa berpikiran hendak dibiarkan saja. Akan dijadikan tempat memelihara lele Dhumbo yang pada saat itu mulai trend di daerah itu. Memeng sumur itu tidak dalam. Hanya dangkal saja. Kiranya tidak pas untuk disebut sumur. Lebih pas jika diadopsi sebutan dari daerah asal papa. Cekungan seperti itu biasa disebut "belik". Ya itu sebutan tempat mandi Papa di desa sana. Yang terkadang sempat antri berjam-jam hanya untuk mandi dan mencuci alakadarnya. Meski tanpa tutup atau dinding di sekitarnya orang-orang buka baju-buka celana tanpa rasa-risi untuk mandi di situ.
            Sebagai percobaan Papa melepas tiga ekor bibit lele dhumbo. Lele itu diperoleh dari dinas Perikanan tempat Mama bekerja. Semula lele-lele itu tampak sangat sehat. Lagi pula bibit yang dilepas itu sudah agak besar, kira-kira sebesar jempol tangan kanan papa. Setiap  kali ditaburi cheki khusus untuk lele Dhumbo, ikan-ikan itu bergantian, bahkan terkadang berbarengan menyantap makanan kesukaannya itu. Ini terjadi kira-kira hanya tiga hari. Hari-hari berikutnya lele-lele itu seperti malas menyantap. Terkadang nampak seekor yang bergoyang-goyang memperlihatkan sungutnya ke permukaan air, malas untuk menyantap umpan. Anehnya hari besoknya ketiga ekor lele itu telah mengambang. Perut agak menggembung dan tak bernyawa.
             Melihat kenyataan itu Papa segera ambil kebijakan, sumur tua itu harus segera ditutup, karena sudah menelan korban, meski hanya 3 ekor lele Dhumbo. Kebijakan ini Papa ambil sebelum terjadi adanya korban yang lebih besar.
            Sumur telah ditutup. Papa ingin punya kolam ikan di belakang rumah. Papa suruan orang untuk menggali tanah untuk kolam. Lokasinya di sebelah timur agak ke selatan. Di bawah rumpun bambu ori milik Jinawi. Tiga hari digali sudah keluar air dengan melimpah, tanpa dibuat seluran pemasukan. Air itu air tanah. di daerah itu memang sangat murah air, dan bagus untuk sumur artesis yang siap minum walaupun tanpa direbus terlebih dahulu.
            Telah ditebar bibit Nila, juga dibeli di Dinas Perikanan Kota oleh Mama. Ternyata perkembangannya bagus sekali. Ikan-ikan Nila itu cepat sekali besar. setiap pagi menampakkan diri. Ini terjadi jika kolam belum tertimpa sinar matahari. Tampaknya ikan-ikan itu mencari oksigin. Kolam tampak dihiasi warna kuning dan merah. Itu adalah warna-warna dominan ikan Nila yang papa tebar di situ.
             Memelihara ikan tampaknya menggairahkan Papa. Jika sore hari tiba, selepas kerja papa sering menunggui kolam itu. Teman-teman Papa banyak pula yang datang turut menikmati indahnya ikan-ikan yang berenang. Akirnya halaman belakang rumah yang tak kurang dari 250 m  persegi itu dijadikan kolam semua. Cukup luas juga buat ukuran kolam hias. Maka dikira orang itu adalah kolam pemancingan. Kepala sekolah Papa pun suka memancing di sana. terkadang bersama anak lelakinya yang sudah lulus STAN dan berdinas di Jakarta. Dapatnya lumayan juga.
             Minora telah mulai belajar berjalan. Papa ambil keputusan kolam harus segera ditutup. Lagi-lagi dengan alasan demi keselamatan. Segera tanah diratakan dan ditanami rumput hias yang berdaun lembut derwarna hijau kekuningan. Pagar sekeliling rumah dan pekarangan pun sudah jadi. dari batako. Bagian pinggir halaman yang masih selebar lapangan basket itu ditanami pepohonan. di sebelah pojok timur laut kelapa gading, selatannya sedikit mangga arum manis selatannya lagi agak dekat ke tembok rumah mangga gadung, di sebelah utara juga masih ada 2 pohon mangga arum manis yang bersebelahan.
             Saat Minora sedang lucu-lucunya belajar berlari semua anggota keluarga setiap sore terkonsentrasi di halaman belakang rumah kenangan ini. Ceria sudah bisa naik sepeda. ia berputar-putar di pinggir, bergantian dengan Mama.
             Minora sudah SD kelas tiga. teman-temannya bermain ke rumah. Bahkan ada saja teman-temannya yang  bermalam di rumah, mereka adalah Mbak Mitha, Ethak, dan Mitha kecil. sore hari halaman belakang rumah ini ramai dengan anak-anak tetangga, ada Ayu, ada Lia, ada Dita dan Angga. Papa suka bermain bulu tangkis di sini, meski papa tak pernah secara serius menekuni suatu bidang olahraga. Hanya sekedar jaga kesehatan dan menemani mama mempertahankan kelangsingan.
              Kini halaman belakang itu tinggal kenangan.

Senin, 22 Februari 2010

CERMIN (Cerpen Mini)

                                            TEKAD CERIA 
                                      Oleh : Pak Dhetik
       
          Papa tersentak. Bukan karena suara halilintar. Memang kala itu sedang turun hujan. Tapi hanya rintik-rintik. di langit mendung sangat tebal. berwarna hitam bergumpal-gumpal dan bersap-sap. Meski masih setengah tiga namun, gelapnya bagai Maghrib menjelang. 
Ceria berkata lantang, "Aku mesti ke Jerman, Pa!"
Masalah itu sebenarnya telah Papa dengar dari Mama. Diam-diam Papa tak setuju tentang itu. Bukan masalah
biaya, Hanya Papa tak tega. Ceria kan wanita. Khawatir terjadi apa-apa di sana.
         Kini dari mulut ceria sendiri Papa dengar. Ceria minta izin, setengah memaksa. Dampaknya suara Papa bergetar. Menahan suatu himpitan di dada. "Ah, cari "upa" saja kenapa jauh-jauh," kata Papa.
"Bukan begitu, Pa Ceria ingin mencari pengalaman," jawab Ceria.
"Papa sangat keberatan, Ceria, Jawab Papa agak membentak.
"Apa pun jadinya Ceria harus berabgkat, Pa!" jawab Ceria.
'Jika tekatmu begitu, urus sendiri semua dokumen, papa gak campur tangan," kata papa agak keras.
         Papa kaget bukan kepalang dalam jangka lima belas kali dua puluh empat jam semua dokumen Ceria telah beres. Tinggal menunggu hari H pemberangkatan. Hari raya ketupat Ceria akan berangkat.
         Papa melangkahkan kaki serasa berat. Seperti ditindih beban seperempat kuintal. Kala itu di bandara 
Juanda. rasanya enggan pulang. Memang tadi mengantar Ceria. bersama Minora, Mama, dan Ibuk.
Ceria telah terbang. Janjinya setahun lagi bakal pulang. Pikiran Papa melayang seiring pesawat yang membawa Ceria terbang. Menuju  negeri yang masih misteri. Misteri dan penuh teka-teki. "Selamat jalan Ceria. Gute reise! Moge(n) .... selamat!"   
"Jejakkan kakimu di jerman Ceria, itu adalah bumi Allah juga. Belahan dari dunia ini pula. Yang diciptakan-Nya hanya dengan sekali berfirman "Kun fayakuun. Jadilah, maka terjadilah".
          Sekali pernah Papa menerima SMS dari Ceria. Papa agak gamang juga. Ceria mengeluh tidak kerasan di sana. makannya, tidak membuat kenyang perut orang Jawa. Yang biasa kroncongan sebelum dijajah nasi. Dinginnya bukan kepalang. delapan kali dinginya Kota Batu. Kadang minus enam derajat Celsius.
"Aku ingin pulang, Ma. Aku gak betah di sini. Jangan ada adik-adikku yang pergi ke sini. Biar aku sendiri yang mengalami ini. dan jangan kuliah di bahasa, yang menyebabkan seseorang terseret ke negara manca." keluhnyadalam SMS. Mama tak berbuat apa-apa. Hanya air mata meleleh di pipi. pertanda bersedih. Dan Papa ternyata lebih tegar, "Jalani saja dulu siapa tahu setelah adaptasi Ceria akan tahan di sana."
Hari-hari di tahun 2006-2007 waktu bagai berjalan lamban. Syukurlah khabar berita selanjutnya tentang Ceria semakin membanggakan. Suatu ketika bahkan pernah mampir ke Paris. sempat juga ia memanjat Eifel si pencakar langit itu. Juga pernah loncat ke belanda negeri kincir angin itu.
           Menjelang bulan Puasa tahun perikutnya adalah hari yang membahagiakan. Ceria telah datang dengan selamat. Kembali berkumpul bersama Minora, Mama, dan Papa. Terima kasih ya, Allah. telah Engkau selamatkan Ceria yang punya tekat sekeras baja.  
 

        

Minggu, 21 Februari 2010

CERMIN (Cerpen Mini )

    MENGANTAR MINORA
    Oleh : Pak Dhetik 

       Sholat subuh, dzikir kali ini Minora lakukan singkat saja. Ia bergegas ganti busana muslimah. Seperti biasa, setiap Minggu pagi ia pergi mengaji bersama Papa. Ini ia lakukan tak terkecuali, setlah ia kuliah di Brawijaya. Setiap Sabtu pulang ini karena kejar target mengaji selepas subuh di sebuah masjid.  Seperti biasa, pulang mengaji mampir di toko abahnya, maksudnya Om H. Jaya, yang buka toko roti dan berbagai makanan kecil. Jika mampir di sana wah, ada saja yang  diberikan oleh Umik, maksudnya adalah Tante Hj. Lies isteri Abah H. Jaya. Hari ini lebih banyak lagi, dibingkiskan oleh Umik berbagai makanan kecil karena Abah dan Umi tau hari ini Minora akan kembali ke tempat ia kos.
         Sampai di rumah matahari belum tinggi, masih sejengkal. Sinarnya cerah tumpah ke teras-teras rumah. Sepagi itu Minora segera berkemas, segala persiapan tinggal di kota. Hanya seminggu saja sebenarnya tapi, barang bawaan ternyata cukup banyak. Barang dikemas, ada di dalam tas punggung, ada di tas jinjing, ada di tas "kresek", hitung-hitung saingan dengan pemulung.

"Bawaanmu banyak, Minora biar nanti di antar Papa saja". kata Mama.
"Enggak Ma biar aku naik Bagong aja," jawab Minora
"Jangan, nanti kamu kerepotan di angkot, Sayang," bujuk Mama.
         Papa baru saja mengantar pak tukang, ada sedikit pekerjaan di sekolah. Katanya membenahi lantai keramik. Disampaikannya niat mama. Tidak keberatan, Papa mau mengantarkan minora, nanti jam dua siang.
         Di perjalanan keren sekali. Minora sedikit-sedikit berdecak kagum. Saat berpapasa dengan iring-iringan Aremania. Di jalan Aremania kelihatan tangkas penuh keberanian. Gak peduli itu becak atau truk gandengan, gak minggir,  pasti kena sabetan. Sabetan tangkai umbul-umbul atau kepalan tangan. Jalan menjadi setengah biru.
Hidup Arema libas Persebaya, ya. Hidup Aremania! Salam satu Jiwa!
Papa berkendara dengan hati-hati. Mencari aman di belakang mobil yang searah dengannya.
Tadi di rumah Minora sudah wanti-wanti kepada Mama. Gak usah banyak-banyak telefon. Bukan masalah pulsa, malah menambah renjana di perantauan. "Sekali-sekali aja SMS ya, Ma," kata Minora saat mau berangkat sambil sungkem ke tangan Mama. "Iya, mama mengerti," jawab Mama.
         Semakin dekat ke kota masih banyak juga iring-iringan Aremania. Bak laron yang "mbrudhul" keluar dari sarangnya di pagi hari saat kemarin sore turun hujan. Aremania ke luar dari gang-gang jalan kota.
Juga Minora semakin mendekati tempat kos, di rumah berlantai tiga. Minora sendiri berada dilantai kedua. Satu kamar berdua dengan sahabatnya lain fakultas. Sepertinya ia kurang nyaman di sana. Tapi demi masa depan ia jalani jua.
         Telah sampai kini, di depan rumah tempat Minora tinggal sementara. Papa menghentikan kendaraan.
Minora turun. "Ugh....ugh ... ke kosan lagi...Ehhhh ....capek deh.....kepac....kepac", gumam Minora
"Uh, banyaknyo....banyaknyo", tambah Minora
"Udah ya, pa. langsung aja. Assalamualaikum.....udah ya pa", kata Minora pula.
"Walaikumsalam .....semoga engkau kerasan di kosan, semoga engkau tambah cantik, tegar dan dewasa" jawab Papa sambil melepas sungkem Minora.
            .
    

Sabtu, 20 Februari 2010

TUGAS MATA PELAJARAN BAHASA DAERAH KELAS VIII A DAN B

Apa arane pakaryan ing ukara-ukara iki? Garapen ing kertas lembaran banjur dikumpulne!(tiga orang pengumpul pertama  dan benar mendapat hadiah Rp.10.000,-)
1. Wong kang pagaweane ndadani sepeda motor arane yaiku ....
2. Wong kang pagaweane gawe dandanan saka wesi diarani ....
3. Wong kang pagaweane ngendaleni dokar arane yaiku ....
4. Wong kang pagaweane nyekel lan nyimpen dhuwit diarani ....
5. Wong kang pagaweane nglakokake sepur arane yaiku ....
6. Wong kang pagaweane golek iwak ing segara arane yaiku ....
7. Wong kang pagaweane ngolah sawah arane ....
8. Wong kang pagaweane gawe dandanan saka kayu diarani ....
9. Wong kang pagaweane nabuh gamelan jenenge yaiku ....
10.Wong kang pagaweane gawe barang-barang saka lemah diarani ....

Jumat, 19 Februari 2010

CERMIN (Cerita pendek Mini)

AKHIRNYA PASTEL PERGI JUA
  Oleh :Pak Dhetik

         Mata Minora sembab. Air mata tak sampai meleleh di pipi, memang. Agaknya mengggenang di pelupuk bola matanya. Terbukti nampak agak sembab. Demikian adanya mata papanya. Tak jauh beda. Andaikata hati mudah dibaca, tentu isinya sama "nelangsa". 
         Selepas Sholat Ashar Minora sepakat bersama papa hendak mengantarkan Pastel. Sedari awal telah terjadi selisih faham. Esok lusa Minora akan kembali ke tempat kos, setelah lebih satu bulan tinggal di rumah. Menghabiskan waktu bersama Mama. Ya, Mama kelewat sayang sama Minora.  Diperlakukannya kayak TK, padahal sudah PT. Papa sebenarnya juga amat sayang.  Perdebatan mengenai Pastel terjadi sebelum Papa Jumatan. Pada awalnya Mama keberatan Pastel dibawa ke Embah, khawatir di sana malah tak terurus. Lalu mati lebih tragis. Tapi kalau di rumah besok bersama siapa?  Semua kembali kerutinitas seharian. Rumah kosong.  Pastel bakal sendirian di rumah, siapa yang akan mengambilkan makan dan minumnya.  
         Bertiga akhirnya sepakat. Pastel biar diasuh Embah. Jika hari Minggu tiba, Minora pulang libur kuliah bisa menjenguk bersama Papa. Nanti usai sholat Jumat Pastel diantar ke rumah Embah. 
         Waktu pun tiba. Minora dan Papa mengantar Pastel. Satu motor bertiga. Ketika hendak berangkat Minora berkata, "Tentu kau akan senang di rumah Embah, ya Pastel" Papa yang menjawab, "Oh, ya di sana banyak teman. Dan Embah sangat perhatian."
          Perjalanan pun terasa menyenangkan. seperti setiap saat jika Minora hendak ke rumah Embah. Ini hanya sementara. Pertanda turun hujan segera tiba. Papa berhenti berkendara. Sandarkan Motor di pinggir jalan. Hendak membeli mantel. Sementara Minora tinggalkan motor akan membeli roti goreng. Pastel sendirian di motor yang bersandar miring di pinggir jalan. Sepertinya ia selalu meronta hendak keluar.
          Minora selesai lebih duluan. Kembali ke motor. Ia dapati Pastel telah tidak ada di situ. Ia masih sempat mendengar suaranya. Tapi entah di mana. Mau tanya orang ia malu. Tak ada yang diperbuat. Papa lama ia tunggu. Pa, ... Pastel telah tiada. Entah ke mana. Ia pergi saat kita tinggalkan sendirian. Mereka hanya berpandangan.Tak tahu harus bagaimana. dalam hati ada yang kosong. Seminggu yang lalu Pastel datang bersama empat saudaranya. Ia rawat dengan sangat kasih sayang. tapi ketiganya telah meninggalkan dunia ini dalam usia yang dini. Tinggal pastel sendirian tampak sehat. dan lincah. Kini telah pergi jua. 
          Dalam dada Minora seperti ada batu. Batu besar yang menghimpit. Dada terasa sesak. Minora dan Papa telah kehilangan. Sesuatu yang selama ini dirawatnya. Ia meloncat dari wadah yang membawanya. Ketika ia cari di sekitar tak bisa didapatkannya lagi. Ia merasa betapa ia sangat dekat dengan sesuatu yang berjiwa. Seperti papa ia selalu tak tega. Lebih renjana lagi ketika di sebelah motor bersandar terdapat tenda. Tulisan biru terpampang "Jual Sate Ayam" Kasihan Pa,  ayam itu dalam usia 2 minggu telah beberapa kali ganti pengasuh. Dan akhirnya besok akan dijadikan sate dan disantap jua. Semoga yang menemukan orangnya baik, ya!" 
"Ya, sayang, ia akan baik-baik saja, dan yakinlah ini atas kehendak Allah semata. Kita hanya sekedar menjalani saja", papanya menghibur.
             Perjalanan tidak dilanjutkan, Minora dan papa kembali pulang. Sebentar berputar haluan.  Yakin pastel tak akan ditemukan.  Minora dan Papa pun pulang. Membawa perasaan yang gamang. Terpikirkan nasip pastel hingga tengah malam. Mata sulit dipejam. Ketika terlelap pun masih mimpi tentang nasib Pastel jua.
Pastel memang hanya seekor ayam kecil yang sengsara.             

                                        
                    







Rabu, 17 Februari 2010

TUGAS UNTUK KELAS VIII F DAN VIII G.

PERHATIKAN PETIKAN BERITA DI BAWAH INI DENGAN SEKSAMA!

          Jejaring sosial dunia maya Facebook kembali membawa korban. Siswi sebuah SMP di Ciledug, Kota Tangerang, berinisial AS menghilang selama empat hari.  Kamis (4/2) remaja putri berusia 14 tahun tersebut ditemukan di sebuah hotel di Cibitung, Bekasi bersama pria pengangguran, Airlangga.
          Kasus itu mirip dengan yang dialami Nova, siswi SMP di Sidoarjo, Jawa Timur, yang menghilang bersama Ari, yang juga dikenal lewat Facebook.
          Kapolres Metropolitan Tangerang Kombes Maruli CC Simajuntak menuturkan , kejadian tersebut membuat korban trauma. "Saat ini dia sedang menjalani rehabilitasi kejiwaan," jelasnya.
          Perkenalan AS dengan Airlangga terjadi melalui Facebook pada 29 November 2009 lewat jejaring sosial itu. Keduanya lantas bertukar nomor telepon seluler.
          Dari dunia maya komunikasi pun berlanjut lewat perangkat komunikasi tersebut. Setelah dua bulan berkomunikasi lewat udara, Airlangga menyatakan sedang berada di bekasi. Korban lantas menemuinya pada 29 Januari lalu.(dipetik dari Jawa Pos, Jumat, 12 Februari 2010, halaman 15, dengan sedikit perubahan)

Setelah memahami topik yang terdapat pada petikan berita di atas carilah berita di koran yang topiknya sama dengan kutipan berita tersebut!
Kemudian tentukan kalimat utama dan kalimat penjelas setiap paragaraf berita yang kamu peroleh tadi.
Pergunakan berita tersebut untuk berlatih membaca berita dengan cepat dan tepat seperti seorang penyiar idolamu.   

Selasa, 16 Februari 2010

PEMBELAJARAN : Menentukan Unsur IntrinsikPuisi dan Merefleksikannya

MATERI        :  Membaca puisi dan Merefleksikannya
KELAS          :  IX SMPN 2 Kepanjen

Assalamualaikum Wr. Wb.
 Syukur alkhamdulillah senang sekali rasanya dapat bertemu dengan para sisiwa, semoga pertemuan kali ini membawa manfaat bagi kita. Kali ini kita akan bersenangpsenang dengan puisi. Bukankah membaca puisi itu sangat menyenangkan? Ya sangat menyenangkan karena membaca puisi dapat kita jadikan hobi, setara bermain basket, sepak bola, atau bernyanyi. Lagi pula siapa tahu dengan hobi membaca puisi akan menjadikan kita terkenal seperti Alm. W. S. Rendra. Marilah kita baca dalam hati puisi di bawah ini!

PEREMPUAN-PEREMPUAN PERKASA
Karya Hartoyo Andangjaya
Permpuan-perempuan yang membawa bakul di pagi buta,
dari manakah mereka
ke stasiun kereta mereka datang dari bukit-bukit desa
sebelum peluit kereta api terjaga
sebelum hari bermula dalam pesta kerja

Perempuan-perempuan yang membawa bakul dalam kereta,
ke manakah mereka
di atas roda-roda baja mereka berkendara
mereka berlomba dengan surya menuju ke gerbang kota
merebut hidup di pasar-pasar kota
siapakah mereka
akar-akar yang melata dari tanah perbukitan turun ke kota
mereka cinta kasih yang bergerak menghidupi desa
demi desa.

Unsur intrinsik yang akan kita ungkapkan dari puisi tersebut adalah :
  Tema, rima, diksi, sudut pandang, dan gaya bahasa

Setelah memahami puisi di atas jawablah pertanyaan berikut:
1. Tema puisi tersebut ialah ......
2. Adakah rima dalam puisi tersebut, sebutkan contohnya .....
3. Apakah makna kata dari diksi puisi di atas:
    a. perkasa = .....
    b. bakul    = .....
    c. pesta kerja = ....
    d. akar-akar yang melata = .....
    e. di pagi buta = ....
4. Sudut pandang yang dipakai adalah ....
5. Sebutkan 2 gaya bahasa yang dipakai ...

Refleksikanlah puisi tersebut!

Misalnya : Puisi di atas menggambarkan kekaguman penyair terhadap wanita-wanita desa di daerah pegunungan yang mandiri, gigih mencari nafkah. Sejak pagi buta ia sudah.....(lanjutkan)